Hanya butuh Kesadaran dan Kesabaran

    Sejak saya duduk di bangku SD hingga SMA, saya selalu mendapatkan nilai yang bagus serta peringkat yang tinggi. Sejujurnya, saya adalah orang yang tidak pernah bersosialisasi di luar circle saya, lebih tepatnya, saya enggan untuk bersosialisasi dengan orang yang tidak sepintar atau lebih pintar dari saya. Saya selalu merasa bahwa saya pantas bergabung dengan orang-orang yang pintar atau rajin. Tidak jarang teman-teman saya sering mengatakan bahwa saya memiliki pribadi yang sombong. Waktu itu, saya hanya tertawa dan tidak peduli pada omong kosong yang dilontarkan teman saya. "Sebentar lagi saya tidak akan bertemu dengan mereka, biarkan saja", pikirku. 

    Waktu berjalan dengan cepat saat saya berada di bangku SMA, hingga tiba masanya saya harus ujian SBMPTN. Peraturan ujian SBMPTN di tahun 2019 tertulis bahwa siswa akan mengikuti ujian dahulu, mendapatkan nilai lalu bisa memilih kampus yang diinginkan. Saya mengikuti ujian tersebut 2x, di bulan 13 April dan 26 Mei. Saya masih ingat tanggalnya karena itu merupakan ujian yang berkesan. Ujian di tgl 13 April saya ngasal, saya bahkan tidak baca soalnya dahulu karena menurutku, saya bisa lakukan yang lebih baik lagi di tgl 26 Mei. "Masih ada kesempatan lain kok", saya selalu beranggapan seperti itu. 10 hari berlalu hingga pengumuman nilai saya keluar, nilai ujian saya di tgl 13 April sangat tinggi hingga saya yakin bisa lolos ke kampus pilihan saya. Saya benar-benar terkejut bahwa nilai yang di tgl 13 April lebi htinggi daripada 26 Mei. Akan tetapi, saya tidak begitu peduli karena yang penting saya memiliki nilai yang tinggi.

    8 Agustus, saya berangkat ke Surabaya. Sesaat saya melihat kota Surabaya, saya benar-benar menyukai kota tersebut karena mirip dengan kampung halaman saya, tapi lebih bersih saja. Saya optimis sekali untuk kuliah di Institut Teknologi Sepuluh Nopember. "Aku sudah belajar programming, aku sudah belajar selama 3 tahun, minimal semester 1 2 3 lewat lah", saya selalu memiliki pemikiran itu. 

    Sewaktu perkuliahan dimulai pun, saya masih sangat sombong sampai ujian praktikum 1. Saya sama sekali tidak bisa mengerjakan soal praktikumnya, satu pun tidak terjawab. Saya terkejut bahwa saya tidak mampu menjawab soal tersebut, tapi saya masih berpikir bahwa mungkin soalnya saja yang sulit, yang lain juga tidak bisa menjawabnya. Memang benar di kelas saya tidak ada yang bisa menjawab, tapi tidak dengan kelas lain. Beberapa anak di kelas lain yang mendapatkan soal yang sama mampu menjawabnya.

    Dari dulu, saya memang sadar ada yang lebih pintar dari saya. Namun, anak yang menjawab soal tersebut adalah anak yang tidak pernah belajar programming sebelumnya, dia benar-benar mengenal pelajaran ini saat duduk di bangku kuliah. Saya merasa saya harus belajar lagi, tapi pemikiran saya bahwa ada yang tidak pintar dari saya lebih menguasai diri saya. Saya masih belum bisa untuk menerima realita, pencapaian orang lain dan usaha orang lain. Saya merasa saya sudah telat untuk berubah, bahwa saya tetap akan sombong dan hanya akan seperti ini saja, tidak punya progress sama sekali.

    Sampai pada saat saya bertemu materi Growth Mindset dan Fixed Mindset, saya sadar bahwa mindset yang sudah fix bisa pelan-pelan berubah menjadi mindset yang lebih menerima perubahan, menerima kesalahan serta kritik dan saran. Saat ini, saya sedang belajar untuk mengubah mindset saya menjadi mindset yang bisa berkembang terus dan adaptif. Mungkin tidak akan secara instant, tapi saya pelan-pelan untuk merubahnya. 

Comments

Popular Posts